MAKALAH FIQIH
KRITERIA PEMILIHAN
CALON SUAMI DAN ISTRI PEMINANGAN,MAHAR DAN KAFA’AH
DOSEN
PEMBIMBING:Bpk.H.Sholihin

Nama kelompok:
Khoirudin wafa
M.nur aini
Malikatun nikmah
Binti khoirun nisa’
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta hidayah kepada kita semua,
sehingga berkat karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah “KRITERIA
PEMILIHAN CALON SUAMI DAN ISTRI PEMINANGAN,MAHAR DAN KAFA’AH”.
Dalam penyusunan makalah ini, kami tidak lupa mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
tugas makalah ini sehinggga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini tepat waktu.Dan tidak lupa juga kami ucapkan terima kasih kepada
Bpk.Muhadin selaku dosen pembimbing yang telah membimbing kami.
Dalam penyusunan makalah ini kami berharap semoga makalah
ini dapat bermanfaat bagi penyusun sendiri maupun kepada pembaca umumnya.
Blitar-05-maret-2014
Penyusun
BAB
I
PENDAHULUAN
Menikah adalah salah satu sunnah
Rasulullah. Sejak dahulu hingga kini ritual ini tetap dilakukan oleh
manusia.Bila seorang lelaki merasa cocok untuk mengarungi kehidupan bersama
seorang perempuan yang dicintainya, pernikahan adalah solusinya.Tapi apakah bila
merasa cocok mereka langsung menikah? Tidak adakah kewajiban lain sebelum
menikah? Apa menikah hanya ditentukan oleh perasaan cinta, suka maupun setia?
Makalah singkat yang kami susun ini
akan membahas tentang peminangan, yaitu sebuah prosesi awal sebelum menginjak
kepada tangga pernikahan. Prosesi yang melibatkan calon mempelai beserta
wali-walinya.Peristiwa yang bertujuan untuk saling mengenal agar lebih erat
tali persaudaraan dan timbul rasa cinta untuk saling hidup bersama.
Kami jugaakan membahas tentang
kafa’ah atau keserasian dan kesamaan. Walaupun ada ulama yang menentang
kafa’ah, sebagaimana Ibnu Hazm, mayoritas ulama, apalagi ulama yang menganut
empat mazhab, syafi’iyah, malikiyah, hanafi’yah, dan hanabilah, sepakat dengan
adanya kafa’ah walaupun dengan sudut pandang yang berbeda.
Harapan kami, pembahasan tentang
Peminangan Dan Kafa’ah ini semoga menjadi titik awal dari pembahasan-pembahasan
selanjutnya dalam mata kuliah fiqh munakahat ini dan menjadi pelajaran bagi
kita semua yang hendak melaksanakan salah satu sunnah Rasulullah ini, yaitu
pernikahan.
Tidak lupa, ucapan terima kasih kami
kepada bapak H.Sholihin, yang telah membimbing dan membantu kami dalam
mempelajari mata kuliah ini. Semoga apa yang telah beliau lakukan dibalas oleh
Allah dengan Ridho dan Jannah-nya.
Begitu pula dengan teman-teman yang
telah mensupport kami dalam pembuatan makalah ini, baik materil maupun
immateril sehingga dapat dibaca oleh seluruh teman-teman.
Akhir kata, kritik dan saran untuk
penyempurnaan makalah ini kami harapkan. Semoga apa yang telah kita lakukan dan
diskusikan nantinya, bermanfaat bagi kita semua. Amiiiin.......
Wassalam.
BAB
II
MEMILIH
CALON SUAMI & ISTRI
Ada beberapa motivasi yang mendorong
seorang laki-laki memilih seorang perempuan untuk pasangan hidupnya dalam
perkawinan dan demikian pula dorongan seorang perempuan waktu memilih laki-laki
menjadi pasangan hidupnya. Yang pokok diantaranya adalah: karena kecantikan
seorang wanita atau kegagahan seorang laki-laki atau kesuburan keduanya dalam
mengharapkan anak keturunan; karena kekayaannya; karena kebangsawanannya, dan
karena keberagamaannya. Di antara alasan yang banyak itu, maka yang paling
utama dijadikan motivadi adalah karena keberagamaannya. Hal ini dijelaskan nabi
dalam haditsnya yang mutaffaq alaih berasal dari Abu Hurairah, ucapan Nabi yang
bunyinya:
تنكح المراة لاربع لمالها ولحسبها
ولجمالها ولدينها قاظفر بذات الدين تربت يداك
BAB III
PENGERTIAN MASKAHWIN ( MAHAR ).
Maskahwin
adalah pemberian yang wajib diberi oleh suami kepada isterinya dengan sebab
perkahwinan. Firman Allah s.w.t. yang bermaksud :" Berikanlah kepada orang-orang perempuan itu maskahwin mereka ". ( Surah An-Nisaa' - Ayat 4 )
Sabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud :
"Carilah untuk dijadikan maskahwin walaupun sebentuk cincin yang diperbuat daripada besi ."( Riwayat Bukhari )
Dari hadith di atas nyatalah bahawa maskahwin boleh dijadikan daripada apa sahaja asalkan benda itu berguna dan berfaedah sama ada berupa uang ,barang atau sesuatu yang bermanafaat.
Maskahwin itu tidak dihadkan oleh syarak banyak atau sedikit, jadi untuk menentukan banyak atau sedikitnya itu terpulanglah kepada dua pihak di atas persetujuannya dan berdasarkan taraf atau darjat pengantin tersebut dan hukum syarak tidak menggalakkan maskahwin yang terlalu tinggi yang menyebabkan kesukaran bagi pihak lelaki.
Sebagaimana sabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud:
" Sebaik-baik maskahwin ialah yang lebih rendah ". ( Riwayat Abu Daud )
Dan sabda Rasulullah s.a.w. yang bermaksud:
" Sesungguhnya yang besar berkat nikah ialah yang sederhana belanjanya ". ( Riwayat Ahmad )
2. BAHAGIAN-BAHAGIAN MAHAR :
a) Mahar Misil. Iaitu Mahar yang dinilai mengikut maskahwin saudara-saudara perempuan yang telah berkahwin lebih dahulu dan hendaklah yang dinilai sama dengan maskahwin keluarganya yang paling dekat sekali seperti kakak, ibu saudaranya dan seterusnya disamping menilaikan keadaan perempuan itu sendiri dari segi kecantikan, kekayaan, pelajaran dan sebagainya.
b) Mahar Musamma. Iaitu maskahwin yang telah ditetapkan dan telah dipersetujui oleh kedua-dua belah pihak dengan tidak memandang kepada nilai maskahwin saudara-saudara perempuan itu.
3. HUKUM MENYEBUT MASKAHWIN DI WAKTU AQAD NIKAH:
i ) Wajib.
a. Jika bakal isteri itu seorang budak yang masih kecil, gila atau bodoh sedangkan bakal suami ingin membayar mahar yang lebih tinggi dari mahar yang sepatutnya ( Mahar Misil ).
b. Jika bakal isteri yang sudah baligh bijak dan boleh menguruskan dirinya sendiri dan telah membenarkan wali untuk mengkahwinkannya tetapi ia tidak menyerahkan kepada wali untuk menetapkan maskahwinnya.
c. Jika bakal suami itu tidak boleh menguruskan hal dirinya sendiri seperti masih budak, gila atau bodoh dan sebelum akad telah mendapat persetujuan dari bakal isteri tersebut tentang bayaran maskahwin kurang daripada mahar yang sepatutnya, oleh yang demikian maskahwin wajib dinyatakan sebagaimana yang dipersetujui. Maksud wajib disini bukanlah bererti perkahwinan itu tidak sah, tetapi perbuatan itu dianggap berdosa dan maskahwin dibayar mengikut kadar yang sepatutnya ( Mahar Misil ).
ii ) Sunat.
Rasulullah s.a.w tidak pernah meninggalkan dari menyebutnya semasa akad, apabila ia menikahkan orang lain. Dengan menyebutnya semasa akad berlangsung dapat mengelakkan dari berlaku perselisihan, berhubung dengannya, disamping dapat membedakan diantara perkawinan biasa dengan perkawinan pada seorang perempuan yang menghebahkan dirinya kepada Rasulullah s.a.w. tanpa mahar.Sekiranya mahar tidak di sebut dimasa akad, tidaklah bererti akad perkawinan itu tidak sah tetapi makruh jika mahar itu tidak disebut.
Daftar pustaka :
1. Fiqh Imam As-Syafie - Hj. Idris bin Ahmad .
2. Ringkasan Munakahat - Ibnu Rahmat .
BAB
IV
PEMINANGAN
A. Arti Peminangan
Setelah ditentukan pilihan pasangan
yang akan dikawini sesuai dengan kriteria sebagaimana disebutkan diatas,
langkah selanjutnya adalah menyampaikan kehendak untuk menikahi pilihan yang
telah ditentukan itu. Penyampaian kehendak untuk menikahi seseorang itu disebut
dengan khitbah atau yang dalam bahasa melayu disebut "Peminangan".
Khitbah diartikan dengan suatu
langkah pendahuluan untuk melangsungkan perkawinan.Ulama' fikih
mendifinisikannya dengan, menyatakan keinginan pihak laki-laki kepada pihak
wanita tertentu untuk mengawininya dan pihak wanita menyebarluaskan berita
peminangan ini.
Peminangan ialah kegiatan upaya
kearah terjadinya hubungan perjodohan antara seorang pria dengan seorang
wanita.
merupakan bahasa arab standart yang
terpakai dalam pergaulan sehari-hari; tedapat dalam Al-Qur'an sebagaimana dalam
firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2) ayat 235.
"Dan tidak ada dosa
bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu Menyembunyikan
(keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan
menyebut-nyebut mereka, dalam pada itu janganlah kamu Mengadakan janji kawin
dengan mereka secara rahasia, kecuali sekedar mengucapkan (kepada mereka)
Perkataan yang ma'ruf. dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad
nikah, sebelum habis 'iddahnya. dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa
yang ada dalam hatimu; Maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyantun".
B. Hukum Peminangan.
Dalam al-Qur'an dan hadits banyak
Nabi yang membicarakan hal peminangan. Namun tidak ditemukan secara jelas dan
terarah adanya perintah atau larangan melakukan peminangan, sebagaimana
perintah untuk mengadakan perkawinan dengan kalimat yang jelas, baik dalam Al
qur'an maupun dalam hadist nabi. Oleh karena itu, dalam menetapkan hukumnya
tidak terdapat pendapat ulama yang mewajibkannya, dalam arti hukumnya adalah
mubah.Namun Ibnu Rusyd dalam Bidayat al-Mujtahid yang menukilkan pendapat Daud
al-Zhahiriy yang mengatakan hukumnya adalah wajib.Ulama ini mendasarkan
pendapatanya kepada perbuatan dan tradisi yang dilakukan Nabi dalam peminangan
itu.
C. Hikmah Disyari'atkan Peminangan
Setiap hukum yang disari'atkan,
meskipun hukumnya tidak sampai pada tingkat wajib, selalu mempunyai tujuan dan
hikmah.Adapun hikmah dari adanya syariat peminangan adalah untuk lebih
menguatkan ikatan perkawinan yang diadakan sesudah itu, karena dengan
peminangan itu kedua belah pihak dapat saling mengenal. Hal ini dapat disimak
dari sepotong hadis Nabi al-Mughiroh bin al-Syu'bah menurut yang dikeluarkan
al-Tirmizi dan al-Nasa'i yang berbunyi:
اانه قال له وقد خطب امراءة انظر اليها
فانه احرى ان يؤدم بينكما
"Bahwa nabi berkata kepada
seseorang yang telah meminag seseorang perempuan: "melihatlah kepadanya
karena yang demikian akan lebih menguatkan ikatan perkawinan".
D. Syarat-Syarat Orang Yang Boleh
Dipinang
Pada dasarnya peminangan itu adalah
sebuah proses awal dari perkawinan. Dengan begitu perempuan-perempuan yang
segara hukum syar' boleh dikawini oleh seorang laki-laki, boleh dipinang.Hal
ini berarti tidak boleh meminang orang-orang yang secara syara' tidak boleh
dikawini.
Perempuan yang dingikan untuk
dikawini oleh seorang laki-laki dapat dipisahan dalam beberapa bentuk:
1. Perempuan yang berada dalam
ikatan perkawinan meskipun dalam kenyataannya telah ditinggalkan oleh suaminya.
2. Perempun yang ditinggal mati oleh
suaminya, baik ia telah digauli suaminya atau belum dalam artian ia telah
menjalani massa iddah** mati dari mantan suaminya.
3. Perempuan yang telah bercerai
dari suaminya secara tala' ra'ji dan dalam masa iddah raj'i
4. Perempuan yang telah bercerai
dari suaminya dalam bentuk talak bain dan sedang menunggu masa iddah tala'
bain.
5. Perempuan yang belum kawin.
Adapun cara menyampaikan ucapan
peminangan ada dua cara:
• Menggunakan ucapan yang jelas dan
terus terang.
.Menggunakan
ucapan yang tidak jelas dan tidak terus terang atau dalam istilah kinayah.
E. Melihat Perempuan Yang Dipinang.
Waktu berlangsungnya peminangan
laki-laki yang melakukan peminangan diperbolehkan melihat perenpuan yang
dipinangnya, meskipun menurut asalnya seorang laki-laki haram melihat kepada
perempuan. Kebolehan itu didasarkan kepada hadits nabi dari jabir menurut
riwayat ahmad dan abu daud yang berbunyi:
ااذ خطب احدكم المراءة فان استطاع ان
ينظر منها ما يدعو الى نكاحها فليفعل
"Bila seseorang diantara kamu
meminang perempuan dan ia mampu melihatnya yang akan mendorong untuk
menikahinya,maka lakukanlah".
Dalam ibarat lain hadits nabi
mengatakan:
انظر اليها فانه احرى ان يؤدم بينهما
"memandanglah kepadanya, karena
yang demikian itu akan lebih melanggengkan perkawinan."
F. Batas Yang Boleh Dilihat
Meskipun hadits nabi menetapkan
boleh melihat perempuan yang dipinang, namun ada batas-batas yang boleh dilihat
dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat dikalangan ulama'.
• Hanya muka dan telapak tangan.
Banyak ulama fiqih yang berpendapat demikian.Pendapat ini berdasarkan bahwa
muka adalah pancaran kecantikan atau ketampanan seseorang dan telapak tangan
ada kesuburan badannya.
• Muka, telapak tangan dan kaki.
Pendapat ini diutarakan oleh Abu Hanifah.
• Wajah, leher, tangan, kaki, kepala
dan betis. Pendapat ini dikedepankan para pengikut Hambali.
• Bagian-bagian yang berdaging.
Pendapat ini menurut al-Auza’i.
• Keseluruh badan. Pendapat ini dikemukakan
oleh Daud Zhahiri.Pendapat ini berdasarkan ketidakadaan hadis nabi yang
menjelaskan batas-batas melihat ketika meminang.
BAB
V
KAFA'AH
A. Pengertian
Kufu berarti sama, sederajad,
sepadan atau sebanding. Maksud kufu dalam perkawinan yaitu: laki-laki sebanding
dengan calon isterinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial
dan sederajad dalam akhlak serta kekayaan.
Kata kufu atau kafa’ah dalam
perkawinan mengandung arti bahwa perempuan harus sama atau setara dengan
laki-laki. Sifat kafa’ah mengandung arti sifat yang terdapat pada perempuan
yang dalam perkawinan sifat tersebut diperhitungkan harus ada pada laki-laki
yang mengawininya.
Dengan demikian maksud dari kafa’ah
dalam perkawinan ialah persesuaian keadaan antara si suami dengan perempuannya,
sama kedudukannya. Suami seimbang dengan isterinya di masyarakat, sama baik
akhlaknya dan kekayaannya. Persamaan kedudukan suami dan isteri akanmembawa
kearah rumah tangga yang sejahtera, terhindar dari ketidakberuntungan. Demikian
gambaran yang diberikan oleh kebanyakan ahli fiqh tentang kafa’ah.
B. Hukum Kafa’ah
Beberapa ulama berbeda pendapat
tentang hukum kafa’ah dan pelaksanaannya.Ibnu Hazm pemuka madzhab Zahiriyah
yang dikenal sebagai mujtahid mutlak tidak mengakui adanya kafa’ah dalam perkawinan.Ia
berkata bahwa setiap muslim selama tidak melakukan zina boleh kawin dengan
perempuan muslimah siapapun orangnya asal bukan perempuan pezina.
Perbedaan ulama’ tentang hukum
kafa’ah dan pelaksanaannya berefek domino pada kontradiksi mengenai kedudukan
kafa’ah dalam pernikahan sendiri, ditinjau dari sisi keabsahan nikah.Ulama’
terbagi menjadi 2 poros dalam menanggapi kedudukan kafa’ah dalam pernikahan.
Jumhur ulama’ termasuk Malikiyah,
Syafiiyah, Hanafiyah, dan satu riwayat dari Imam Ahmad berpendapat bahwa
kafa’ah itu tidak termasuk syarat pernikahan sehingga pernikahan antara orang
yang tidak se-kufu akan tetap dianggap memilki legalitas hukum (sah, baca).
Kafa’ah dipandang hanya merupakan segi afdholiyah saja. Pijakan dalil mereka
merujuk pada ayat:
ان اكرمكم عندالله اتقاكم
Orang yang paling muliyah disisi
Allah adalah orang yang paling bertaqwa di antaramu.
Bertolak belakang dengan pendapat
yang pertama, salah satu riwayat dari Imam Ahmad malah mengatakan bahwa kafa’ah
itu termasuk syarat perkawinan.Ini berarti bahwa pernikahan yang dilakukan oleh
kedua mempelai yang tidak se-kufu masih dianggap belum sah.Mereka bertendensius
dengan potongan hadis riwayat oleh al-Dar Quthny yang dianggap lemah oleh
kebanyakan ulama’. Hadis itu berbunyi,
لا تنكح النساء الا من الاكفا ولا
تزوجوهن الا من الاولياء
Janganlah kamu mengawinkan perempuan
kecuali dari yang sekufu dan janganlah mereka dikawinkan kecuali dari walinya.
Akan tetapi, para ulama Malikiyah
mengakui adanya kafa’ah.Akan tetapi kafa’ah, menurut mereka hanya dipandang
dari sifat istiqomah dan budi pekertinya saja.Kafa’ah bukan karena nasab atau
keturunan, bukan pekerjaan atau kekayaan.Begitu pula halnya dengan ulama
Hanafiyah, Hanabilah dan Syafi’iah.. Mereka mengakui adanya kafa’ah dengan dasar-dasar
yang akan kami sampaikan nanti meskipun kafa’ah masih dalam ruang lingkup
keutamaan, bukan merupakan salah satu syarat yang menentukan keabsahan nikah.
BAB
VI
KESIMPULAN
Setelah membaca makalah tentang pemilihan
calon suami dan istri,peminangan,mahar dan kafa’ah ini, ada beberapa poin
penting yang dapat kita ambil. Setidaknya adalah sebagai berikut:
• Peminangan adalah proses
pernyataan ingin membina rumah tangga antara dua orang, lelaki dan perempuan,
yang dilakukan sebelum pernikahan. Baik melalui wali ataupun secara langsung.
• Tidak ada dasar yang jelas dan
spesifik tentang suruhan peminangan. Oleh karena itu kebanyakan dari ulama
menyatakan hukumnya mubah, walaupun diantara mereka ada yang mewajibkannya
dengan mengatakan bahwa pinangan adalah tradisi nabi.
• Hikmah dari pinangan adalah wadah
perkenalan dan penguat ikatan dalam memulai kehidupan--Maskahwin adalah
pemberian yang wajib diberi oleh suami kepada isterinya dengan sebab
perkahwinan
-Ada beberapa motivasi yang
mendorong seorang laki-laki memilih seorang perempuan untuk pasangan hidupnya
dalam perkawinan dan demikian pula dorongan seorang perempuan waktu memilih
laki-laki menjadi pasangan hidupnya. Yang pokok diantaranya adalah: karena
kecantikan seorang wanita atau kegagahan seorang laki-laki atau kesuburan
keduanya dalam mengharapkan anak keturunan; karena kekayaannya; karena
kebangsawanannya, dan karena keberagamaannya. Di antara alasan yang banyak itu,
maka yang paling utama dijadikan motivadi adalah karena keberagamaannya. Hal
ini dijelaskan nabi dalam haditsnya yang mutaffaq alaih berasal dari Abu
Hurairah, ucapan Nabi yang bunyinya:
تنكح المراة لاربع لمالها ولحسبها
ولجمالها ولدينها قاظفر بذات الدين تربت يداك
aru dengan menikah.
-Kufu berarti sama, sederajad,
sepadan atau sebanding. Maksud kufu dalam perkawinan yaitu: laki-laki sebanding
dengan calon isterinya, sama dalam kedudukan, sebanding dalam tingkat sosial
dan sederajad dalam akhlak serta kekayaan.
DAFTAR
PUSTAKA
Amir
Syarifuddin, 2009.Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, Kencana: Jakarta.
Sayyid
Sabiq, 1993.Fikih Sunnah 7, Al-Ma'arif: Bandung
Kompilasi
Hukum Islam Indonesia, Trinity Optima Media
Ibnu
Rusyd, Terjemahan Bidayatul Mujtahid, Cv-Asy Syifa' Semarang 1990
Dr. H.
Amirul Nurudin. Ma, Drs. Azhari Akmal Tarigon, Mag, Hukum Perdata Islam Di
Indonesia, Preneda Media 2004. Jakarta
Fiqh
Imam As-Syafie - Hj. Idris bin Ahmad .
Ringkasan Munakahat - Ibnu Rahmat .
Ringkasan Munakahat - Ibnu Rahmat .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar